cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Penelitian Tanaman Industri
Published by Kementerian Pertanian
ISSN : 08538212     EISSN : 25286870     DOI : -
Core Subject : Engineering,
Jurnal Penelitian Tanaman Industri merupakan publikasi ilmiah primer yang memuat hasil penelitian primer komoditas perkebunan yang belum dimuat pada media apapun, diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, DIPA 2011 terbit empat kali setahun.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007" : 6 Documents clear
RESPON LIMA NOMOR UNGGUL KENCUR TERHADAP PEMUPUKAN ROSITA SMD; OTIH ROSTIANA; W. HARYUDIN W. HARYUDIN
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v13n4.2007.130-135

Abstract

ABSTRAKKencur (Kaempferia galanga) banyak dimanfaatkan oleh rumahtangga, industri obat maupun makanan serta minuman dan industri rokokkretek. Peningkatan pemakaian simplisia kencur dalam berbagai industri didalam negeri akan meningkatkan konsumsi simplisia ini, sehingga upayapeningkatan produksi masih perlu dilakukan melalui budidaya, diantaranya dengan penggunaan varietas unggul yang didukung denganpemupukan yang optimal. Di dalam penelitian ini dikaji respon limanomor unggul kencur terhadap paket pemupukan organik dan anorganikpada tanah latosol di dataran rendah, Cileungsi, Bogor, Jawa Barat.Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2003 sampai Agustus 2004,dengan RAK dalam pola faktorial. Faktor I nomor unggul kencur (V1, V2,V3, V4 dan V5) dan faktor II paket pemupukan (6 paket), diulang 2 kali.Jarak tanam yang digunakan 20 x 20 cm, ukuran petak 4 x 1,2 m. Hasilpenelitian menunjukkan, empat nomor unggul kencur (V1, V3, V4, V5),dari lima nomor yang diuji, mempunyai kemampuan untuk menghasilkanrimpang segar dan kering yang sama, dengan kisaran bobot rimpang segar62,27-70,22 g/tanaman dan kisaran bobot rimpang kering 16,95-19,33 g/tanaman. Paket pemupukan yang dianjurkan untuk semua nomor yangdiuji adalah pupuk kandang 20 ton/ha + urea 250 kg/ha + SP36 200 kg/ha+ KCl 200 kg/ha, atau pemupukan organik dengan pupuk kandang kerbau40 ton/ha. Respon lima nomor unggul kencur terhadap aplikasi paketpemupukan memberikan mutu dengan hasil yang berbeda, yaitu kadarminyak atsiri V3 (2,03%) tergolong mutu I, sedangkan empat nomorlainnya tergolong mutu II (1,08 -1,97%), dengan hasil minyak atsiri 0,325– 0,466 ml/tanaman. Serapan hara lima nomor unggul kencur terhadappaket teknologi yang diuji memperlihatkan, serapan hara N berkisar antara149,60 – 415,60 mg/tanaman, hara P 41,50 – 112,50 mg/tanaman, hara K236,10 – 571,70 mg/tanaman.Kata kunci : Kencur, Kaempferia galanga, varietas unggul, pemupukan,serapan hara, produksi, mutuABSTRACTResponse of five galanga promising lines to fertilizationIndia galanga (Kaempferia galanga) is commonly used forhousehold consumption, medicines, food and drink supplement industriesas well as cigarette sauce. Increase in demand of this commodity fordomestic industries will raise the consumption of symplicia. Therefore,effort in increasing yield of the plant through cultivation techniqueimprovement, i.e. application of superior variety and fertilization, is worthto be accomplished. In this experiment five Galanga promising lines ofIndia galanga were subjected to organic and inorganic fertilizations atlow land latosol soil, Cileungsi, Bogor, West Java. Experiment was carriedout from October 2003 – August 2004 and arranged in randomized blockin factorial design, with two replications. First factor is the promising lines(V1, V2, V3, V4 and V5); factor II is fertilization packages (6 packages).Plot size of 4 x 1.2 m and plant spacing of 20 x 20 cm, were applied. Theresults showed that four of five tested promising lines yielded the sameresults of fresh and dry weight of rhizomes ranged from 62.27-70.22g/plant, and the dry weight was 16.95-19.33 g/plant respectively.Fertilization packages of dung manure 20 t/ha + urea 250 kg/ha + SP36200 kg/ha + KCl 200 kg/ha, or organic fertilizer by using dung manure 40ton/ha, are recommended. Application of fertilization package resulted indifferent response to the plant for their qualities. The essential oil contentof promising lines V3 belongs to the first grade of quality (2.03%), whilethe others are the second one (1.08-1.97%), with the yield of essential oilranged from 0.325 – 0.466 ml/plant. The nutrients uptake of the promisinglines to the applied technology package were 149.60 – 415.60 mg/plant ofN, 41.50 – 112.50 mg/plant of P, and 236.10 – 571.70 mg/plant of Knutrients.Key words: Kaempferia galanga , superior variety, fertilization, nutrientup take, yield, quality
PENGARUH UKURAN BRAKTEA BEBERAPA AKSESI KAPAS TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH Helicoverpa armigera (HUBNER) IG.A.A. INDRAYANI; SIWI SUMARTINI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v13n4.2007.125-129

Abstract

ABSTRAKHingga kini teknik perakitan varietas kapas tahan hama masihdilakukan secara konvensional berdasarkan beberapa karakter morfologitanaman, seperti: bulu daun, daun okra, braktea berpilin, nektar, dangosipol tinggi. Karakter-karakter ini diketahui erat hubungannya denganketahanan terhadap hama, khususnya H. armigera. Berkaitan denganserangan H. armigera pada buah, diduga ada bagian-bagian buah kapasyang berkontribusi secara langsung pada serangan hama ini, misalnyabraktea buah. Namun demikian, besarnya pengaruh braktea terhadapkerusakan buah kapas perlu dipelajari dalam upaya meminimalkankerusakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuranbraktea terhadap tingkat kerusakan buah oleh H. armigera pada beberapaaksesi kapas. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai PenelitianTanaman Tembakau dan Serat, di Asembagus, Situbondo, Jawa Timurmulai bulan Januari hingga Desember 2006. Sebanyak 18 aksesi dari 50aksesi kapas dengan berbagai variasi ukuran braktea digunakan sebagaiperlakuan. Setiap perlakuan (aksesi) disusun dalam rancangan acakkelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Lima tanaman kapas darimasing-masing aksesi ditentukan secara acak, dan sebanyak 5 buah kapasmuda (diameter ± 4 cm) dipetik dari masing-masing tanaman sampel,kemudian dibawa ke laboratorium untuk diukur luas braktea dan buahnya.Selain itu dilakukan pula pengamatan kerusakan buah dan hasil kapasberbiji di lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran brakteaberkorelasi positif dengan tingkat kerusakan buah (R 2 = 0,9014), sehinggabraktea berukuran besar dan lebar serta menutupi buah secara totalberpotensi mengalami kerusakan akibat serangan H. armigera lebih tinggidibanding braktea berukuran kecil dan sempit. Ukuran panjang dan lebarbraktea pada 18 aksesi kapas bervariasi antar aksesi dan masing-masingberkorelasi positif dengan luas (R 2 = 0,876; R 2 = 0,894). Hasil penelitianini dapat dimanfaatkan dalam merakit varietas tahan hama, dankombinasinya dengan karakter-karakter morfologi kapas yang sudah adauntuk menghasilkan varietas kapas baru dengan tingkat ketahanan yanglebih tinggi terhadap hama penggerek buah H. armigera.Katakunci : Braktea, Helicoverpa armigera, aksesi kapas, karaktermorfologi.ABSTRACTEffects of bract size of several cotton accessions toAmerican bollworm injury levelConventional  method  by  crossing  technique  based  onmorphological characters of plant is now still used in providing resistantvarieties of cotton against insect bollworms. A number of geneticcharacters are now available and have been studying for their assosiationwith insect pests resistance such as hairiness, okra leaf, frego bract,nectariless, and high gossypol. Regarding to boll damage by H. armigera,it can be mentioned that there are many other morphological characters ofcotton attributable to bollworm damage, such as floral bract. As a part ofboll, it is estimated that bracts assosiated with bollworm attacked due totheir larger size compared with boll size. Objective of the study was to findout the effect of bract size in relation to bollworm damage on cottonaccessions. The study was conducted at Experimental Station ofIndonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute in Asembagus,Situbondo, East Java from January to December 2006. Eighteen of fiftycotton accessions were used as treatment and they were arranged inRandomized Block Design (RBD) with three replications. Five randomlycotton plants from each accession and five young bolls were sampledfrom the selected plant with about 4 cm of diameter were brought in thelaboratory to collect information on bract and boll sizes. Bollwormdamage was determined by counting the damaged bolls in the field as wellas the seed cotton yield. Result showed that bract size was positivelycorrelated with boll damage (R 2 = 0.9014). Higher damaged bolls occuredon bolls which is covered completely by bracts. There is variation betweenlength and wide size of bracts among cotton accessions and both showedpositive correlation to bract area (R 2 = 0.876; R 2 = 0.894). Based on thisstudy, higher resistance of cotton variety against H. armigera willpossiblly be provided through combination between bract size and anyother morphological characters of cotton.Key words : Floral bract, Helicoverpa armigera, cotton accession,morphological character
PENULARAN PENYAKIT KERDIL PADA TANAMAN LADA OLEH TIGA JENIS SERANGGA VEKTOR RODIAH BALFAS; SAMSUDIN SAMSUDIN; SUKAMTO SUKAMTO; IRWAN LAKANI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v13n4.2007.136-141

Abstract

ABSTRAKPenyakit kerdil merupakan salah satu penyakit penting padatanaman lada (Piper nigrum L.), yang disebabkan oleh dua jenis virus,yaitu Piper Yellow Mottle Virus (PYMV) yang ditularkan oleh kutu putih(Planococcus minor dan Ferrisia virgata); dan Cucumo Mosaic Virus(CMV) yang pernah dilaporkan ditularkan oleh Aphis gossypii. Penelitiantentang penyakit ini telah dilakukan di laboratorium dan rumah kaca untukmengetahui kemampuan serangga vektor P. minor, F. virgata dan A.gossypii dalam menularkan penyakit. Serangga tersebut diberi makanselama 24 jam pada tanaman lada yang terserang penyakit kerdil,kemudian serangga dipindahkan ke bibit lada sehat selama 24 (A. gossypii)dan 48 jam (P. minor dan F. virgata). Pada setiap jenis serangga diuji 1, 3,7 dan 10 ekor per tanaman. Dengan cara yang sama dilakukan pulapengujian lanjutan penularan dengan A. gossypii (sebanyak 10 ekorserangga per tanaman) dengan menggunakan tiga sumber tanaman sakityang berbeda (tanaman sakit asal Bangka, asal Sukabumi dan Bogor).Selain itu dilakukan penularan secara mekanik dengan menggunakanketiga sumber inokulum. Tanaman yang telah diperlakukan diinkubasikandi rumah kaca. Deteksi virus dilakukan dengan ELISA denganmenggunakan antiserum dari Agdia. Hasil penelitian menunjukkan bahwaP. minor dan F. virgata dapat menularkan penyakit kerdil ke tanaman ladahingga 100%, sedangkan penularan dengan A. gossypii tidak menunjukkangejala, tetapi pada pengujian lanjutan dengan A. gossypii memperlihatkanbeberapa tanaman bergejala. Dari penelitian ini terungkap kutu putihmerupakan serangga vektor PYMV yang sangat efisien, sedangkan A.gossypii dapat berperan sebagai vektor CMV dengan kemampuanpenularan masih terbatas.Kata kunci : Piper nigrum L., penyakit kerdil, Ferrisia virgata,Planococcus minor, Aphis gossypii, CMV dan PYMV,penularanABSTRACTTransmission of stunted growth disease on black pepperby three insect vectorsStunted growth disease is one of the most important diseases onblack pepper caused by Piper Yellow Mottle Virus (PYMV) transmitted byMealybugs (Planococcus minor and Ferrisia virgata) and Cucumo MosaicVirus (CMV) transmitted by Aphis gossypii. These experiments wereconducted at laboratory and green house to examine the capability of theinsects in transmitting the disease. The insects were fed on black pepperplant for 24 hours, then transferred to healthy black pepper seedlings for24 hours (A. gossypii) and 48 hours (P. minor and F. virgata). Each plantwas treated with 1, 3, 7 and 10 insects. Other disease transmission test withA. gossypii was carried out using the similar method, but each plant wastreated with 10 insects and used three source plants (disease plant fromBangka,  Sukamulya/Sukabumi  and  Bogor).  Disease  mechanicaltransmission was also carried out to black pepper plant using the threesources of disease plant treated plants were incubated in the glass house.ELISA was used for disease confirmation with antiserum from Agdia.The results showed that high transmission rate (up to 100%) were obtainedin transmission with P. minor and F. virgata . No disease symptoms wereshown in black pepper seedlings treated with A. gossypii. In the othertransmission test, however, some plants showed symptoms. The similarsymptoms were also seen on black pepper plants which were mechanicallyinoculated. The ELISA showed that the plants were positive for CMV.These experiments suggested that P. minor and F. virgata are veryefficient vectors for PYMV, Whereas A. gossypii was confirmed as vectorof CMV of black pepper with limited ability in transmitting the disease.Key words : Black pepper, stunted growth disease, Ferrisia virgata,Planococcus minor, Aphis gossypii, CMV, PYMV,transmissio
INDUKSI DAN REGENERASI KALUS KELADI TIKUS (Typonium flagelliforme. Lodd. ) SECARA IN VITRO SITTI FATIMAH SYAHID; NATALINI NOVA KRISTINA
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v13n4.2007.142-146

Abstract

ABSTRAKKeladi tikus umumnya diperbanyak secara vegetatif sehingga ragamgenetiknya sempit. Penelitian peningkatan keragaman genetik pada keladitikus melalui kultur in vitro telah dilakukan di Laboratorium KulturJaringan, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro) Bogorpada bulan April sampai Desember 2005. Bahan tanaman yang digunakanadalah daun steril keladi tikus in vitro. Media dasar yang digunakan adalahMurashige and Skoog (MS) yang diperkaya vitamin dari group B. Sebagaisumber energi digunakan sukrosa sebanyak 30 g/l. Penelitian terdiri daridua tahap yaitu induksi dan regenerasi kalus. Perlakuan yang diuji padatahap I adalah beberapa taraf konsentrasi auksin (2,4-D) secara tunggalmaupun kombinasi dengan sitokinin (kinetin) terhadap induksi kalus yaitu: 2,4-D 0,1 mg/l; 2,4-D 0,5 mg/l; 2,4-D 1,0 mg/l; 2,4-D 0,1 + kinetin 0,1mg/l; 2,4-D 0,5 mg/l + kinetin 0,1 mg/l; 2,4-D 1.0 mg/l + kinetin 0,1 mg/l;2,4-D 0,1 mg/l + kinetin 0,3 mg/l; 2,4-D 0,5 mg/l +kinetin 0,3 mg/l dan2,4-D 1,0 mg/l + kinetin 0,3 mg/l. Tahap II adalah beberapa tarafkonsentrasi benzyl adenin untuk regenerasi kalus. Penelitian disusunmenggunakan rancangan acak lengkap dengan pola faktorial dan limaulangan, dan setiap ulangan terdiri dari satu eksplan. Faktor pertamaadalah asal kalus dan faktor kedua adalah beberapa taraf konsentrasi BAyaitu : BA 0,1 mg/l ; BA 0,3 mg/l dan BA 0,5 mg/l. Parameter yangdiamati adalah waktu inisiasi kalus, struktur dan warna kalus, jumlahtunas serta penampilan kultur secara visual. Hasil penelitian menunjukkanbahwa kalus asal eksplan daun dapat diinduksi pada perlakuan 2,4-D 1,0mg/l + kinetin 0,1 mg/l dan 2,4-D 1,0 mg/l + kinetin 0,3 mg/l denganwaktu inisiasi 8 sampai 10 minggu setelah perlakuan. Regenerasi kalusterbaik diperoleh pada medium 2,4-D 1,0 mg/l + kinetin 0,3 mg/lmengandung BA 0,3 mg/l dengan rata-rata tunas dan daun yang dihasilkansebanyak 13,2 tunas dan 4,4 daun.Kata kunci : Keladi tikus, Typonium flagelliforme Lodd., induksi,regenerasi kalus, in vitroABSTRACTInduction and regeneration of Rodent tuber calli throughin vitro cultureRodent tuber plant (Typonium flagelliforme Lodd) is commonlypropagated vegetatively, the repro its genetic variation is narrow. Aresearch to increase the genetic variability of the plant was conducted inTissue Culture Laboratory of the Indonesian Medicinal and AromaticResearch Institute, Bogor from April to December 2005. The leaf ofRodent tuber in vitro used as an explants. Murashige and Skoog (MS)medium used as basic medium, supplemented with vitamin from B group,sucrose 30 g/l was added into the medium as carbon source. The researchconsist of two steps : 1) calli induction and 2) calli regeneration. Thetreatment tested in first step : 2.4-D 0.1 mg/l; 2.4-D 0.5 mg/l; 2.4-D 1,0mg/l; 2.4-D 0.1 + kinetin 0.1 mg/l; 2.4-D 0.5 mg/l + kinetin 0.1 mg/l; 2.4-D 1.0 mg/l + kinetin 0,1 mg/l; 2.4-D 0.1 mg/l + kinetin 0.3 mg/l; 2.4-D 0.5mg/l + kinetin 0.3 mg/l and 2.4-D 1.0 mg/l + kinetin 0.3 mg/l. In thesecond steps, several concentration of BA were tested i.e: BA 0,1 mg/l ;BA 0,3 mg/l and BA 0,5 mg/l. The experiment was arranged incompletely randomized design with factorial pattern. Each treatmentconsist of five replications. The parameters observed were time of calliinitiation, texture, colour of calli and number of shoot and leaves inregeneration. The result showed that calli can be induced on 2.4-D 1.0mg/l + kinetin 0.1 mg/l and 2.4-D 1.0 mg/l + kinetin 0.3 mg/l, eight to tenweeks after culture. The best medium for shoots regeneration contains 2.4-D 1.0 mg/l + kinetin 0.3 mg/l with 0.3 mg/l BA, with mean result of 13.2shoots and 4.4 leaves.Key words : Rodent tuber, Typonium flagelliforme Lodd. bl , induction,regeneration, calli, in vitro
PENGARUH POLATANAM SAMBILOTO - JAGUNG SERTA DOSIS PUPUK ORGANIK DAN ALAM TERHADAP PRODUKSI DAN MUTU SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) YUSRON, MUCHAMAD; GUSMAINI, GUSMAINI; M. JANUWATI, M. JANUWATI
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v13n4.2007.147-154

Abstract

ABSTRAKTuntutan pengguna untuk mendapatkan produk tanaman herbalorganik mendorong upaya untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia danmenggantikannya dengan pupuk organik dan alam. Penelitian lapanguntuk mendapatkan dosis pupuk organik pada pola tanam sambiloto –jagung telah dilaksanakan di KP Cicurug pada bulan Juni – Desember2006. Ukuran plot 3 m x 4 m dengan jarak tanam 30 cm x 40 cm (1tanaman/lubang tanam), ditanam dengan sistem bedengan. Penelitiandilaksanakan dengan menggunakan rancangan acak kelompok yangdisusun secara faktorial. Sebagai faktor pertama adalah polatanam, terdiridari : (1) P0 = monokultur; (2) P1 = polatanam dengan jagung, jarak tanamjagung antar baris 150 cm dan dalam baris 20 cm. Sedangkan sebagaifaktor kedua adalah dosis pupuk per hektar, terdiri dari (a) D1 = 10 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (b) D2 = 10 ton kompos+ 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (c) D3 = 10 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (d) D4 = 10 ton kompos+ 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (e) D5 = 20 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (f) D6 = 20 ton kompos +300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (g) D7 = 20 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio, (h) D8 = 20 ton kompos+ 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, (i) D9 = 10ton pupuk kandang + 200 kg urea + 200 kg SP36 + 100 kg KCl/ha.Perlakuan D9 merupakan dosis pupuk rekomendasi yang dipergunakansebagai pembanding. Dari parameter pertumbuhan yang diamati, hanyajumlah cabang yang dipengaruhi oleh perlakuan polatanam, dosis pupukorganik dan pupuk alam. Polatanam monokultur menghasilkan jumlahcabang lebih banyak dibandingkan pola tumpangsari dengan jagung.Jumlah cabang primer terbanyak 32,92 dicapai pada perlakuan 10 tonkompos + 500 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio. Produksi simplisiasambiloto pada pola monokultur (terbuka) pada panen pertama dan keduaberturut-turut adalah 507,57 kg/ha dan 797,56 kg/ha, lebih tinggi sekitar18% dan 15% dibandingkan dengan produksi simplisia pada polatumpangsari dengan jagung. Produksi jagung pipilan yang diperoleh daripola tumpangsari berkisar antara 3.278 – 4.134 kg/ha. Pada panen pertamaproduksi simplisia sambiloto tertinggi (614,87 kg/ha) diperoleh dariperlakuan dosis pupuk rekomendasi, sedang pada panen kedua (896,63kg/ha) dihasilkan pada dosis 20 ton kompos + 300 kg fosfat alam + 60 kgpupuk bio + 300 kg zeolit. Namun demikian produksi tersebut secarastatistik tidak berbeda nyata dengan produksi pada perlakuan dosis 20 tonkompos + 300 kg fosfat alam + 60 kg pupuk bio + 300 kg zeolit, yaknisebesar 835,10 kg/ha. Semua perlakuan menghasilkan mutu simplisiasambiloto yang memenuhi standar MMI.Kata kunci : Sambiloto, Andrographis paniculata Nees, polatanam,jagung, pupuk organik, pupuk alam, produksi, mutuABSTRACTEffect of Andrographis-corn cropping pattern and dosageof organic and natural fertilizers on yield and quality ofAndrographisAn increase of demand of organic herbal medicinal plantsencourage the effort to change the use of inorganic fertilizers with organicand natural fertilizers. Field experiment on andrographis was conducted atCicurug Research Station from June to December 2006. The aim of thisexperiment was to obtain optimum dose of organic and natural fertilizersof andrographis – corn cropping pattern. The experiment was conductedusing factorial randomized block design and three replications, where theplot size was 3 m x 4 m and planting space was 30 cm x 40 cm. The firstfactor was cropping systems i.e. (1) P0 = monoculture and (2) P1 =intercropping of andrographis and corn (planting space of corn was 150cm x 20 cm), while the second factor was dose of organic and naturalfertilizers per hectare, i.e.: (a) D1 = 10 ton compost + 300 kg rockphosphate + 60 kg biofertilizer, (b) D2 = 10 ton compost + 300 kg rockphosphate + 60 kg biofertilizer + 300 kg zeolite, (c) D3 = 10 ton compost+ 500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer, (d) D4 = 10 ton compost +500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer + 300 kg zeolite, (e) D5 = 20ton compost + 300 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer, (f) D6 = 20 toncompost + 300 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer + 300 kg zeolite,(g) D7 = 20 ton compost + 500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer, (h)D8 = 20 ton compost + 500 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizer + 300kg zeolite, (i) D9 = 10 ton manure + 200 kg Urea + 200 kg SP36 + 100 kg.Treatment D9 is a recommended fertilizers dose, which was used as acomparative dose. The result showed that cropping pattern and naturalfertilizers dosage did not affect growth parameters, except number ofbranch. Cropping pattern and natural fertilizers dosage significantlyaffected number of branch. The highest number of branch of 32.92 wasachieved on fertilizers dosage of 10 ton compost + 500 kg rock phosphate+ 60 kg biofertilizer. The treatments significantly affected yield ofsymplicia of andrographis. The yield of symplicia of monoculture systemat the first harvest was 507.07 kg/ha and the second was 797.56 kg/ha,which was 18% and 15% higher than that of intercropped system. Yield ofcorn ranged between 3,278 kg/ha and 4,134 kg/ha. At the first harvest, thehighest symplicia yield (614.87 kg/ha) was achieved at the treatment ofinorganic recommended dosage, while at the second harvest the highestyield of andrographis symplicia (896.63 kg/ha) was obtained from thetreatment of 20 ton compost + 300 kg rock phosphate + 60 kg biofertilizerdan 300 kg zeolite. This value, however, was not significantly different tothe yield of the treatment of 10 ton compost + 300 kg rock phosphate + 60kg biofertilizer + 300 kg zeolite, which was 835.10 kg/ha. All treatmentsresulted good quality of symplicia which meet MMI standard quality.Key words : Andrographis paniculata Nees, cropping pattern, corn,organic fertilizers, natural fertilizers, yield, quality
KERAGAMAN GENETIK PLASMA NUTFAH PINANG (Areca catechu L.) DI PROPINSI GORONTALO ISMAIL MASKROMO; . MIFTAHORRACHMAN
Jurnal Penelitian Tanaman Industri Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jlittri.v13n4.2007.119-124

Abstract

Pinang merupakan salah satu tanaman palma yang terdapat hampir di seluruh wilayah Indonesia, terutama Pulau Sumatera. Di luar Sumatera, salah satu wilayah yang memiliki potensi tanaman pinang adalah Propinsi Gorontalo, Sulawesi. Wilayah provinsi ini memiliki potensi plasma nutfah pinang yang belum diidentifikasi keragaman genetiknya. Eksplorasi dilakukan untuk mengetahui potensi keragaman genetik plasma nutfah pinang sebagai dasar informasi pengembangan di wilayah Gorontalo untuk masa mendatang, dan mengumpulkan plasma nutfah pinang yang terdapat di beberapa daerah di Gorontalo. Metode yang digunakan adalah metode survei dengan lokasi contoh dipilih secara sengaja berdasarkan informasi dari Dinas Perkebunan dan masyarakat petani. Eksplorasi dilakukan di Kabupaten Gorontalo, Pohuwato dan Bone Bolango. Hasil eksplorasi diperoleh 6 (enam) aksesi pinang yaitu aksesi Duhia Da’a dari Marisa, Kabupaten Pohuwato, Tingkohubu I dan Tingkohubu II asal Suwawa, Kabupaten Bone Bolango dan Huntu I, Huntu II, dan Huntu III dari Batudaa, Kabupaten Gorontalo, yang memiliki keragaman dalam ukuran dan bentuk buah, dengan jarak genetik yang jauh. Aksesi yang berpotensi produksi tinggi adalah Duhia Da'a, Tingkohubu I dan Tingkohubu II, sedangkan aksesi untuk bahan pelengkap dalam kegiatan budaya dan upacara adat adalah Tingkohubu II.Kata kunci : Pinang, Areca catechu L., keragaman genetik, plasma nutfah, Gorontalo ABSTRACTGenetic diversity of Arecanut (Areca catechu L.) germplasm in GorontaloArecanut is one of the palm crops found throughout Indonesia, Sumatera Island. Outside Sumatera Island, the crop exist in Gorontalo Province, Sulawesi. The exploration is conducted to observe potency of arecanut germplasm as based information for future development in Gorontalo. The purpose of exploration was to identify genetic diversity and to collect the arecanut in that area. Survey was done at three regency chosen purposively. There were six arecanut accessions identified namely Duhia Da’a from Marisa District, Pohuwato Regency, Tingkohubu I and Tingkohubu II from Suwawa District, Bone Bolango Regency, and Huntu I, Huntu II and Huntu III from Batuda’a District, Gorontalo Regency. They were various in size and shape, and so far for genetic distance. Accesions which have high potency production are Duhia Da'a, Tingkohubu I and of Tingkohubu II, while for the materials of complementary in custom ceremony and culture is Tingkohubu II.Key words : Arecanut, Areca catechu L., genetic diversity, germplasm, Gorontalo

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2007 2007


Filter By Issues
All Issue Vol 27, No 2 (2021): December 2021 Vol 27, No 1 (2021): June, 2021 Vol 26, No 2 (2020): December, 2020 Vol 26, No 1 (2020): June, 2020 Vol 25, No 2 (2019): Desember, 2019 Vol 25, No 1 (2019): Juni, 2019 Vol 24, No 2 (2018): Desember, 2018 Vol 24, No 1 (2018): Juni, 2018 Vol 23, No 2 (2017): Desember, 2017 Vol 23, No 1 (2017): Juni, 2017 Vol 22, No 4 (2016): Desember, 2016 Vol 22, No 3 (2016): September, 2016 Vol 22, No 2 (2016): Juni, 2016 Vol 22, No 1 (2016): Maret, 2016 Vol 21, No 4 (2015): Desember 2015 Vol 21, No 3 (2015): September 2015 Vol 21, No 2 (2015): Juni 2015 Vol 21, No 1 (2015): Maret 2015 Vol 20, No 4 (2014): Desember 2014 Vol 20, No 3 (2014): September 2014 Vol 20, No 2 (2014): Juni 2014 Vol 20, No 1 (2014): Maret 2014 Vol 19, No 4 (2013): Desember 2013 Vol 19, No 3 (2013): September 2013 Vol 19, No 2 (2013): Juni 2013 Vol 19, No 1 (2013): Maret 2013 Vol 18, No 4 (2012): Desember 2012 Vol 18, No 3 (2012): September 2012 Vol 18, No 2 (2012): Juni 2012 Vol 18, No 1 (2012): Maret 2012 Vol 17, No 4 (2011): Desember 2011 Vol 17, No 3 (2011): September 2011 Vol 17, No 2 (2011): Juni 2011 Vol 17, No 1 (2011): Maret 2011 Vol 16, No 4 (2010): Desember 2010 Vol 16, No 3 (2010): September 2010 Vol 16, No 2 (2010): Juni 2010 Vol 16, No 1 (2010): Maret 2010 Vol 15, No 4 (2009): Desember 2009 Vol 15, No 3 (2009): September 2009 Vol 15, No 2 (2009): Juni 2009 Vol 15, No 1 (2009): Maret 2009 Vol 14, No 4 (2008): Desember 2008 Vol 14, No 3 (2008): September 2008 Vol 14, No 2 (2008): Juni 2008 Vol 14, No 1 (2008): Maret 2008 Vol 13, No 4 (2007): DESEMBER 2007 Vol 13, No 3 (2007): SEPTEMBER 2007 Vol 13, No 2 (2007): JUNI 2007 Vol 13, No 1 (2007): MARET 2007 Vol 12, No 4 (2006): DESEMBER 2006 Vol 12, No 3 (2006): SEPTEMBER 2006 Vol 12, No 2 (2006): JUNI 2006 Vol 12, No 1 (2006): MARET 2006 Vol 11, No 4 (2005): DESEMBER 2005 Vol 11, No 3 (2005): SEPTEMBER 2005 Vol 11, No 2 (2005): JUNI 2005 Vol 11, No 1 (2005): Maret 2005 Vol 10, No 4 (2004): Desember, 2004 Vol 10, No 3 (2004): September, 2004 Vol 10, No 2 (2004): Juni 2004 Vol 10, No 1 (2004): Maret 2004 Vol 9, No 4 (2003): Desember 2003 Vol 9, No 3 (2003): September, 2003 Vol 9, No 2 (2003): Juni, 2003 Vol 9, No 1 (2003): Maret, 2003 Vol 8, No 4 (2002): Desember, 2002 Vol 8, No 3 (2002): September, 2002 Vol 8, No 2 (2002): Juni, 2002 Vol 8, No 1 (2002): Maret, 2002 Vol 7, No 4 (2001): Desember, 2001 Vol 7, No 3 (2001): September, 2001 Vol 7, No 2 (2001): Juni,2001 Vol 7, No 1 (2001): Maret, 2001 Vol 6, No 3 (2000): Desember, 2000 Vol 6, No 2 (2000): September, 2000 Vol 6, No 1 (2000): Juni, 2000 Vol 5, No 4 (2000): Maret, 2000 Vol 5, No 3 (1999): Desember, 1999 Vol 5, No 2 (1999): September, 1999 Vol 5, No 1 (1999): Juni, 1999 Vol 4, No 6 (1999): Maret, 1999 Vol 4, No 5 (1999): Januari, 1999 Vol 4, No 4 (1998): November, 1998 More Issue